Jakarta - PT Bayan Resources Tbk (BYAN) menerapkan konsep green mining atau penambangan hijau dalam rangka menurunkan emisi karbon, baik dari sisi proses penambangan maupun penanganan pascatambang. Salah satu bentuk penerapannya melalui kegiatan reklamasi lahan bekas tambang.
Direktur Bayan Resources, Alexander Ery Wibowo mengatakan, sampai dengan akhir tahun 2023 Bayan Goup telah melakukan reklamasi dan revegetasi untuk lebih dari 5.000 hektare (ha) lahan bekas tambang, serta rehabilitasi lebih dari 3.400 ha Daerah Aliran Sungai (DAS).
"Dengan memelihara wilayah kehutanan, lingkungan, menjadikan area reklamasi menjadi area yang lebih baik untuk pertanian dan tumbuhan, itu mampu meningkatkan atau mengurangi kadar CO2. Bukan hanya untuk perusahaan, tapi juga untuk Indonesia," kata Alex, kepada detikcom, ditemui di lokasi Festival LIKE 2, Jakarta Convention Center (JCC), Minggu (11/8/2024).
Alex mengatakan, pihaknya mengedepankan green mining sebagai upaya menurunkan emisi karbon dan mendukung komitmen Indonesia untuk mencapai net zero emission (NZE) tahun 2060. Apalagi, pertambangan batu bara sendiri menjadi salah satu industri yang kerap menghadapi tantangan besar dari sisi dampak lingkungan.
"Green mining artinya apa? Teknik bertambang yang benar, jadi menambang bukan menggali. Ini suatu persepsi yang harus dibangun ya, menambang bukan menggali. Jadi semua harus lebih dampak sosial dan dampak ke lingkungannya harus dibuat serendah mungkin," jelasnya.
Realisasi green mining sendiri diwujudkan melalui program Bayan Peduli, yang didesain untuk menjaga green mining dan keberlanjutan dari Environmental, Social, and Governance (ESG). Alex menjelaskan, hal ini meliputi aspek manfaat kepada penduduk sekitar dan juga good governance yang baik kepada para stakeholders.
"Tujuannya agar dapat berkontribusi maksimal, real, karena kita adalah perusahaan batu bara, sehingga penting sekali bagi masyarakat dan stakeholders, memahami dan meningkatkan peran positif industri batu bara, dalam proses energi transisi," ujar Alex.
"Kami tetap memiliki perhatian yang positif bahwa industri batu bara tetap bisa memberikan kontribusi dalam industri transisi ini sampai tercapai tujuan Net Zero Emission (NZE)," sambungnya.
Alex menambahkan, inovasi dalam bisnis pertambangan sangat penting dalam mendukung penurunan emisi. Apalagi, diproyeksikan cadangan nasional batu bara RI bisa memenuhi kebutuhan hingga 50 tahun.
"Beruntungnya kita memiliki batu bara yang rendah sulfur, sehingga dengan adanya blending itu dipastikan bisa mengurangi (emisi)," katanya.
Bayan Resources juga berupaya untuk mendorong transisi energi pada proses operasional tambang. Perusahaan telah membangun infrastruktur solar cell sebesar 1,472 MWp untuk mendukung kegiatan operasional pengiriman batu bara di Pelabuhan Senyiur. Program ini diproyeksikan setidaknya mampu mengurangi emisi karbon lebih dari 648,770 ton CO2/tahun.
Fasilitas ini dibangun di area seluas kurang lebih 1,2 hektare (ha) dan terdiri dari 2.628 panel surya individu. Dilengkapi dengan penyimpanan baterai 500 kWh, prasarana ini memungkinkan operasi hingga 6 jam injek power 1 Engine Genset 1000 kVA.
Selain solar panel, bahan bakar B35 juga telah dimanfaatkannya untuk operasional kendaraan pengangkut batu bara seperti truk. Dengan penggunaan bensin campur sawit ini, Alex yakin dapat berkontribusi besar dalam mengurangi emisi karbon.
"Produksi CO2 paling banyak dari operation, seperti truk, kemudian genset, yang sangat besar penggunaan bakar. Jadi kita menggunakan B35, itu jauh mengurangi emisi dengan B35. Dan saya yakin peralatan yang kita pakai lebih baru lagi, sehingga mungkin bisa mencapai B40, B50 ke depannya," pungkasnya. (shc/das)