Jakarta -
Pesinetron Bunga Zainal diduga menjadi korban penipuan investasi bodong yang ditawarkan oleh teman 'rasa saudara' berinisial CD dan SFS. Namun tidak hanya menggunakan dana pribadi, ia mengaku juga mengajak suami hingga menggunakan dana perusahaan miliknya sebagai modal investasi kepada terduga pelaku tadi.
Dalam catatan detikcom, kasus penipuan investasi bodong ini bermula pada 2022 lalu saat Bunga secara pribadi berinvestasi pada terduga pelaku. Secara bertahap Bunga meningkatkan jumlah uang yang ia investasikan hingga Rp 6,2 miliar.
"Saya dan para terlapor sudah dianggap sebagai saudara saya sendiri. Kedekatan dan aktivitas intens tersebut kemudian dimanfaatkan oleh para terlapor untuk mengajak saya berinvestasi pada proyek pengadaan yang saya kemudian menyetujui untuk berinvestasi dengan mengirimkan uang secara bertahap dari tahun 2022 hingga 2024," ujar Bunga Zainal dalam sebuah konferensi pers.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia juga sempat memaksa sang suami, Sukhdev Singh, untuk ikut berinvestasi sehingga menyerahkan uang sebanyak Rp 6,5 miliar untuk investasi fiktif tersebut. Kemudian ia juga menggunakan dana dari dua perusahaan miliknya sebagai modal tambahan investasi ke temannya itu.
"Total kerugian seluruhnya, diperhitungkan dari modal gabungan antara modal saya pribadi, suami saya dan juga modal dari dua perusahaan saya yaitu PT Bunga Cipta Mandiri dan Bunga Kreatif Studio, dengan modal keseluruhan mencapai kurang lebih 15 miliar," jelasnya lagi.
Belajar dari kasus itu, perencana keuangan Andy Nugroho mengatakan berinvestasi pada teman dekat atau kenalan merupakan hal yang wajar dan banyak terjadi. Namun bukan berarti investasi terhadap teman seperti ini kemudian aman untuk dilakukan.
Kemudian menurutnya hal yang wajar juga jika seseorang mengajak orang lain terutama orang terdekat seperti suami/istri hingga kerabat untuk ikut berinvestasi di tempat atau produk yang sama dengan yang ia gunakan.
"Sebenarnya ini merupakan psikologis yang bisa dibilang common sense ataupun wajar di dunia investasi, artinya ketika kita dijanjikan dengan keuntungan yang besar, biasanya dipancing dulu dengan ohh masukin dulu Rp 1 miliar dijanjikan keuntungan 50% misalnya. Dibayar sekali dua kali, wah ini investasi benar dong, akhirnya kita masuk lebih banyak lagi, 'ohh duit saya sendiri nggak cukup nih', akhirnya ya sudah diajak lah suaminya, terus ajak lagi saudara atau pakai duit perusahaan tadi itu," ucap Andy kepada detikcom.
"Yah atau misalkan saja kita punya tempat makan enak nih, pasti kan kita aja suami atau saudara-saudara kita untuk makan di sana juga kan, ini sama halnya dengan investasi. Kita tahu investasi yang menurut kita untung, biasanya ya kita bakal ajak juga kan saudara atau pasangan kita," terangnya lagi.
Meski begitu, menurut Andy saat ingin berinvestasi sebaiknya tidak menggunakan dana milik suami atau perusahaan. Terlebih jika dana yang digunakan untuk investasi itu masih diperlukan untuk keperluan lain.
Sebab menurutnya investasi dalam bentuk apapun pasti memiliki risiko kerugiannya sendiri. Sehingga selalu ada kemungkinan uang yang diinvestasikan itu tidak bisa kembali, apalagi memberikan keuntungan.
"Yang namanya investasi itu kan tidak bisa nol ya risikonya. Selalu ada kemungkinan kita kehilangan uang atau rugi apapun itu penyebabnya ya. Misalkan kita sudah investasi ke dia, tapi ternyata usahanya tidak berjalan sesuai keinginan, atau dia juga jadi korban penipuan investasi ke pihak lainnya, atau mungkin juga memang dia itu menipu," katanya.
Menurut Andy cara paling aman untuk berinvestasi adalah dengan menggunakan uang yang tidak terpakai atau diperlukan untuk kebutuhan lain yang disebut sebagai dana dingin. Sehingga ketika investasi yang dilakukan gagal, meski tetap kehilangan uang, namun pembiayaan untuk kebutuhan sehari-hari yang bersangkutan tidak akan terkendala.
"Yang sebaiknya digunakan sebagai investasi itu saya suka sebutnya sebagai dana dingin. Jadi dana dingin itu adalah dana yang memang seandainya duit ini hilang, itu nggak bikin nggak bisa makan, nggak bikin kita nggak bisa bayar cicilan, ya intinya untuk living cost sehari-hari nggak terganggu lah. Itu dana dingin," ungkap Andy
Ia sendiri tidak bisa merinci berapa persen penghasilan atau gaji seseorang yang bisa digunakan sebagai dana dingin untuk investasi. Sebab biaya untuk kebutuhan hidup masing-masing individu berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Namun ia mencontohkan kalau seseorang memiliki sisa dana tak terpakai bahkan setelah digunakan untuk keperluan biaya hidup hingga sebagiannya lagi sudah disisihkan untuk menabung, sisa dana inilah yang kemudian aman untuk digunakan berinvestasi.
"Ohh misalnya saya punya gaji Rp 10 juta, kebutuhan sehari-hari saya berapa sih? misalnya Rp 8 juta. Bahkan setelah saya gunakan untuk menabung segala macam ini masih lebih Rp 2 juta lagi. Nah Rp 2 juta ini yang disebut sebagai dana dingin. Seandainya dia nggak ada sebenarnya hidup saya fine-fine saja, cuma kesal saja karena duitnya ilang. Nah Rp 2 juta ini yang bisa digunakan untuk investasi," terangnya lagi.
Senada dengan itu perencana keuangan dari Tatadana Consulting Tejasari mengatakan untuk cara aman untuk berinvestasi adalah menggunakan dana yang tidak perlu untuk digunakan dalam waktu dekat. Besaran dana tak terpakai ini bisa berbeda-beda antara satu dengan yang lain, sesuai dengan gaya dan kebutuhan hidup.
"Misalnya kalau kita gajian biasa per bulan, ya sudah dari gajinya berapa persen yang mau diinvestasikan. Misalnya 20%, 30%, gitu ya. Bisa ditaruh dalam produk-produk investasi," terangnya.
Cara untuk berinvestasi dengan aman lainnya adalah dengan mendiversifikasikan aset yang dimiliki dalam berbagai bentuk. Sehingga saat salah satu aset atau investasi yang ditanamkan gagal, yang bersangkutan masih memiliki aset lain.
"Nah kalau yang asetnya sudah banyak, misalnya saya punya Rp 100 juta, biasanya itu kita bagi dalam komposisi tuh supaya terdiversifikasi artinya bisa mengurangi risiko. Misalnya sebagian di properti, sebagian di emas, sebagian lagi di surat berharga, sebagian lagi di bisnis. Biasanya kita bagi tuh komposisinya," jelasnya.
"Memang bagusnya setengah dari aset kita tuh diinvestasikan, nggak cuma di dalam bentuk aset yang nggak bergerak atau berkembang. Cuma memang untuk menghindari risiko dari salah satu produk investasi, biasanya kita sarannya adalah diversifikasi. Jadi kalau diversifikasi atau dibagi-bagi, kalau salah satu investasinya gagal, sebenarnya nyesek juga, tapi karena sudah dibagi-bagi risikonya masih minim lah untuk keuangan kita," papar Tejasari lagi.
(fdl/fdl)