Legislator Soroti Putusan MK soal Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah

2 days ago 5
winjudi online winjudi slot online situs winjudi online winjudi Akun slot gacor online terkini Akun situs slot gacor online terkini Akun link slot gacor online terkini Akun demo slot gacor online terkini Akun rtp slot gacor online terkini Daftar slot gacor online Daftar situs slot gacor online Daftar link slot gacor online Daftar demo slot gacor online Daftar rtp slot gacor online Daftar slot gacor online terkini Daftar situs slot gacor online terkini Daftar link slot gacor online terkini Daftar demo slot gacor online terkini Daftar rtp slot gacor online terkini informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online hari ini berita online hari ini kabar online hari ini liputan online hari ini kutipan online hari ini winjudi online

Jakarta -

Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Ahmad Irawan, menyoroti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meminta pemilu nasional dan pemilu daerah dipisah. Dia menyebut putusan MK itu salah.

"Putusan MK itu salah. Pasal 22E ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 secara tekstual dan eksplisit menentukan pemilihan umum dilaksanakan setiap lima tahun sekali dan salah satunya adalah untuk memilih anggota DPRD," kata Irawan kepada wartawan, Sabtu (28/6/2025).

"Kita tidak bisa lagi basa-basi bahwa putusan MK final dan binding yang harus kita hormati dan laksanakan," sambungnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia menyebut revisi Undang-Undang Pemilu tidak lagi memadai. Menurut Irawan, legislator harus melakukan koreksi dan penataan secara komprehensif dan konstitusional dengan melakukan amandemen UUD 1945.

"MK juga sudah jauh masuk memasuki ranah legislatif dan teknis implementasi," ucapnya.

Irawan mengatakan pengaturan tentang pemilu harusnya menjadi kewenangan legislator dan pemisahan pelaksanaan pemilu harus konstitusional sesuai dengan yang ditentukan oleh UUD 1945.

"UUD 1945 tekstual dan eksplisit bunyinya begitu. Terus MK menggunakan tafsir dan pertimbangan apa sehingga putusannya harus bertentangan dengan UUD 1945. Pemisahan dan design penyelenggaraan pemilu harus jadi bagian dari constitutional engineering yang akan dilakukan oleh pembentuk undang-undang," ujarnya.

Deddy Sitorus Tak Masalah

Sementara itu, anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDIP, Deddy Sitorus, menyebut putusan MK yang meminta pemilu nasional dan pemilu daerah dipisah bersifat final dan mengikat. Dia tidak terlalu mempermasalahkan konsekuensi dari putusan tersebut.

"Saya tidak terlalu mempermasalahkan jika konsekuensinya adalah perpanjangan masa jabatan anggota DPRD. Mereka tidak mungkin melakukan abuse of power. Hanya masalah landasan hukumnya yang harus dipikirkan karena masa jabatan DPRD itu diatur di UUD dan harus melalui Pemilu. Sehingga besar kemungkinan harus mempercepat pembahasan paket UU politik," kata Deddy.

Deddy pun mendorong agar masa jabatan kepala daerah juga sebaiknya diperpanjang daripada menunjuk penjabat (Pj). Sebab, kata dia, penunjukkan Pj Kepala Daerah bisa merusak siklus pemerintahan di daerah dan membuat pemilu kacau.

"Saya justru mempertanyakan bagaimana dengan kepala daerah? Saya berpendapat bahwa kepala daerah juga sebaiknya diperpanjang dari pada menunjuk PJ Kepala Daerah. Penugasan Penjabat Kepala Daerah berpotensi merusak siklus pemerintahan di daerah dan mengacaukan pelaksanaan pemilu yang jurdil. Itu sudah terbukti dalam Pemilu 2024," ucapnya.

Putusan MK

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan memisahkan pemilu nasional dengan pemilu daerah atau lokal. MK mengusulkan pemungutan suara nasional dipisah dan diberi jarak paling lama 2 tahun 6 bulan dengan pemilihan tingkat daerah.

"Menyatakan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5678) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai," ujar Ketua MK Suhartoyo mengucapkan Amar Putusan, Kamis (26/6).

'Pemilihan dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota yang dilaksanakan dalam waktu paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan sejak pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden'," lanjutnya.

Simak juga Video: MK Putuskan Pemilu Nasional dan Daerah Diselenggarakan Terpisah

(fas/dhn)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article