Jakarta -
Penggunaan jet pribadi sebagai moda transportasi penerbangan populer di masyarakat, khususnya bagi mereka yang memiliki kemampuan finansial lebih seperti konglomerat, pengusaha, artis papan atas, hingga pejabat tinggi negara.
Namun, penggunaan jet pribadi ini ternyata menghasilkan emisi karbon yang sangat besar. Bahkan moda transportasi yang satu ini disebut-sebut sebagai moda transportasi paling berpolusi di dunia.
Melansir dari Carbon Market Watch, Senin (26/8/2024), pada dasarnya sektor aviasi atau penerbangan merupakan salah satu sektor penyumbang emisi karbon terbesar di dunia. Sektor ini menyumbang sekitar 2,5% emisi karbon dunia.
Dari jumlah itu, sebagai besar jejak karbon ini dipengaruhi penggunaan jet pribadi tadi. Sebab moda transportasi ini menghasilkan jejak emisi karbon per penumpang hingga 14 kali lebih besar daripada penerbangan komersil pada umumnya.
Kondisi ini terlihat semakin buruk jika dibandingkan dengan penggunaan moda transportasi lain di luar penerbangan. Misalkan saja jika dibandingkan dengan penggunaan kereta api, jet pribadi menghasilkan polusi 50 kali lebih besar.
Sementara itu menurut laporan Airport Technology, penggunaan jet pribadi bisa menghasilkan 2 ton karbon dioksida (CO2) per jam. Jumlah ini tentu sangatlah besar mengingat rata-rata jejak emisi karbon yang dihasilkan oleh setiap orang di negara maju adalah 8,2 ton per tahun.
Artinya hanya dibutuhkan kurang lebih 4 jam penerbangan dengan jet pribadi untuk menyamai jumlah jajak karbon yang dihasilkan satu orang dalam setahun.
Jika pesawat itu mengudara selama lebih dari 24 Jam, misalkan saja untuk terbang dari Indonesia menuju Amerika Serikat, maka jumlah emisi karbon yang dihasilkan bisa lebih dari 48 ton CO2.
"Pesawat terbang merupakan salah satu moda transportasi yang paling berpolusi karena berbagai macam gas yang dilepaskan. Bukan hanya emisi CO2, tetapi juga nitrogen oksida dan efek jejak karbon lainnya," jelas analis GlobalData, Will Tyson.
"Ketinggian tempat karbon dilepaskan juga berdampak cukup besar, karena semakin tinggi posisi karbon dilepaskan di udara maka semakin kuat juga efek rumah kaca yang dihasilkan," tambahnya.
(fdl/fdl)