Jakarta -
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia. Kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional mencapai 60%, serta menyerap hingga 97% tenaga kerja, menurut data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Namun, potensi UMKM masih sangat besar untuk dikembangkan. Penguatan sektor ini menjadi langkah strategis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Dalam hal ini, kolaborasi lintas sektor, mulai dari pemerintah, swasta, dan masyarakat, menjadi kunci.
Salah satu pihak swasta yang konsisten mendukung pemberdayaan UMKM adalah Sampoerna Retail Community (SRC). Selama 17 tahun, SRC telah membina lebih dari 250 ribu toko kelontong di seluruh Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"SRC adalah ekosistem pemberdayaan toko kelontong yang kita udah mulai sejak tahun 2008. Makanya tahun ini udah 17 tahun dan dimulainya itu dari 57 toko kelontong yang ada di Kota Medan," ujar Direktur Utama PT SRC Indonesia Sembilan, Romulus Sutanto, dalam acara detikSore, Rabu (25/6/2025).
Romulus menjelaskan, toko kelontong dipilih karena memiliki peran yang penting dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. "Kalau toko kelontong semakin maju, dampaknya terhadap ekonomi lokal pun akan semakin besar," lanjutnya.
Sejak awal, SRC hadir untuk membantu toko kelontong naik kelas, terutama dalam menghadapi tantangan digitalisasi dan persaingan dengan ritel modern.
"Kalau kita flashback di tahun 2008, banyak sekali tantangan bagi toko kelontong untuk maju dan berkembang. Karena akses ke digitalnya yang masih terbatas, kemudian manajemen usahanya yang masih kurang profesional, dan juga adanya tantangan dari peritel modern," jelas Romulus.
Pendampingan Menyeluruh: Dari Penataan Toko hingga Literasi Digital
Pendampingan SRC dimulai dari hal paling mendasar: penataan toko. Konsep RBT (Rapi, Bersih, Terang) menjadi langkah awal untuk meningkatkan daya tarik toko. "Jurus pertama kami dikenal dengan nama RBT: Rapi, Bersih, Terang. Ini jadi kunci awal," jelas Romulus.
"Ada manajemen usahanya, jadi menata stok supaya tidak berlebihan membeli stok. Karena kan pemodalannya (toko kelontong) tentunya ada batasnya gitu ya. Kemudian tentunya kita ajarin juga memang caranya promosi. Karena sekarang ini kita harus maintain consumer loyal ya. Nah, bagaimana caranya untuk bikin yellow pages tuh, database-nya, itu juga diajarin juga. Tidak lupa yang terakhir adalah literasi digital," sambungnya.
SRC juga membentuk komunitas toko kelontong dalam bentuk paguyuban, yang terdiri dari 17-25 toko. Komunitas ini menjadi wadah saling belajar dan bertumbuh bersama. "Kalau di SRC itu kita ada namanya paguyuban. Yang namanya komunitas, mereka ini sama-sama maju bersama," katanya.
Inovasi lain dari SRC adalah Pojok Lokal, sebuah etalase khusus di toko kelontong SRC untuk menjual produk UMKM dari lingkungan sekitar. "Pojok Lokal itu adalah tempat yang dikhususkan untuk menjual dagangan tetangga, contohnya bikin keripik," ungkap Romulus.
Produk yang ditampilkan di Pojok Lokal harus melalui proses kurasi terlebih dahulu untuk menjaga kualitas.
Untuk memperkuat ekosistem digital, SRC meluncurkan aplikasi 'AYO by SRC'. Aplikasi ini menghubungkan toko kelontong dengan pemasok (Mitra SRC) dan konsumen.
"Aplikasi ini menghubungkan Toko SRC dengan pemasok atau Mitra SRC, dan juga konsumen yang ingin berbelanja ke Toko SRC terdekat melalui aplikasi My AYO," jelasnya.
SRC membuka kesempatan luas bagi pelaku UMKM yang ingin bergabung. Pendaftaran dapat dilakukan melalui berbagai saluran, termasuk salesman Sampoerna, website resmi SRC, atau layanan pelanggan 'Bude'.
"Jadi yang pasti bentuknya toko gitu ya, permanen. Bisa daftar melalui tim Sampoerna atau customer service kami yang dikenal sebagai 'Bude'," tutup Romulus.
Cari tahu lebih lanjut tentang SRC di www.src.id.
(akn/ega)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini