Jakarta -
Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengawal industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional di tengah tekanan pelemahan daya beli dan ekspor. Hal itu dilakukan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti penutupan pabrik hingga pemutusan hubungan kerja (PHK).
Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (Dirjen PEN) Kemendag Mardyana Listyowati mengatakan upaya yang terus dilakukan pihaknya adalah melakukan pembinaan, pendampingan, serta mengajak UKM berpartisipasi di luar negeri.
"Yang jelas Dirjen PEN tugasnya hanya pemasaran sehingga kami berkolaborasi dan kolaborasi dengan perwakilan-perwakilan kami di luar negeri untuk mempertemukan antara seller dan buyer. Selain itu kita juga mempromosikan melalui eksebisi-eksebisi," terang Mardyana dalam acara UOB Media Editors Circle di UOB Plaza, Jakarta, Senin (12/8/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu juga mendorong potensi pasar baru untuk ekspor. Dari pasar tradisional, sekarang fokus masuk ke pasar non-tradisional seperti Afrika.
"Sebenarnya yang potensial itu di pasar-pasar tradisional seperti Eropa dan Amerika. Tapi kita juga sekarang sudah memulai membuka pasar baru non tradisional seperti Afrika dan Asia," ucapnya.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan industri TPT nasional termasuk pakaian jadi mengalami kontraksi pada kuartal II-2024. Kondisi ini terjadi baik secara tahunan maupun secara kuartalan.
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS, Moh Edy Mahmud mengatakan industri tekstil dan pakaian jadi pada kuartal II-2024 terkontraksi 0,03% secara year on year. Secara kuartalan (q to q) juga kontraksi sebesar 2,63%.
"Jadi di kuartal II-2024 ini pertumbuhan industri tekstil dan pakaian jadi kontraksi baik secara tahunan maupun kuartalan," kata Edy dalam konferensi pers, Senin (5/8/2024).
Industri TPT nasional memang sedang menghadapi tekanan. Hal itu terlihat dari banyaknya gelombang PHK hingga penutupan pabrik-pabrik tekstil di Tanah Air.
Sebelumnya berdasarkan catatan Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), sejak Januari-Juni 2024 setidaknya terdapat 10 perusahaan yang telah melakukan PHK massal. Enam di antaranya karena penutupan pabrik, sedangkan empat sisanya karena efisiensi jumlah pegawai.
Total karyawan yang ter-PHK dari 10 perusahaan itu setidaknya ada 13.800-an orang. Jumlah itu kemungkinan lebih sedikit daripada kondisi nyata di lapangan, mengingat tidak semua perusahaan mau terbuka atas langkah PHK massal ini.
"Yang terdata dan kami sudah minta izin untuk boleh diekspos itu ya, itu yang tutup sejak Januari sampai awal Juni 2024 itu ada 6 perusahaan, yang tutup. Nah yang PHK efisiensi, yang mau diekspos ada 4 perusahaan. Nah total pekerja yang ter-PHK itu sekitar 13.800-an," kata Presiden KSPN Ristadi saat dihubungi detikcom, Kamis (13/6).
(aid/hns)